Halaman

Rabu, 26 Januari 2011

BK Industri dan organisasi

PENDEKATAN KONSELING

I.Pendekatan Psikoanalisis
1.1.Proses konseling dalam pendekatan psikoanalisis
-Proses konseling sebagai berikut :

1.1.1Tahap membina hubungan konseling
-Dimulai sejak tahap awal konseling
-Binalah hubungan konseling itu dengan baik

1.1.2Tahap krisis bagai klien
-Yaitu kesukaran bagi klien dalam mengemukakan masalahnya, dan melakukan transferensi (pemindahan)
-Ttransferensi adalah klien menghidupkan kembali pengalaman mas lalu dan konflik masa lalu yang berkaitan (berhubungan) dengan cinta, sksualitas, kebencian dan kecemasan yang dibawa klien ke masa sekarang.
-Konselor membantu klien dalam mengemukakan masalah yang dialami klien.
-Konselor membantu klien dalam mengungkapkan (menghidupkan) kembali pengalaman masa lalu dan konflik masa lalunya yang berkaitan dengan cinta, seksualitas, kebencian dan kecemasa ke amsa sekarang.

1.1.3Tahap menilik masa lalu klien
-Masa lalu klien perlu ditilik atau ditelaah, terutama pada masa kanak-kanak.

1.1.4Tahap pengembangan resistensi
-Resistensi = bertahan, tertutup, tidak terbuka, tidak mau terlibat
-Kenali atau ketahui gejala resistensi pada diri klien oleh konselor
-Gejala resistensi yang perlu dikendali/diketahui pada diri klien adalah :
a.Klien berbicara terlalu formal / resmi :
•Berbicaranya dipermukaan saja, tidak memperdalam menyangkut masalahnya
•Menutup hal-hal yang sifatnya pribadi (tidak berbicara hal-hal yang bersifat pribadi)
b.Klien malas atau enggan untuk berbicara (klien lebih banyak diam saja)
c.Klien bersifat defensif (bertahan)
•Bertahan tidak mau bicara tentang hal-hal yang rahasia
•Mempertahankan hal-hal yang rahasia
•Menolak, membantah, menghindar, tidak mau berbagi
-Mengapa klien bersifat resistensi atau bertahan?
Karena
a.Klien menghadap konselor karena dipaksa
•Bukan atas keinginannya sendiri
•Karena dipaksa orangtua, anggota keluarga, guru/wali kelas, dan lain-lain
b.Sikap konselor itu sendiri: kaku, curiga, kurang bersahabat, menakutkan, suka marah-marah, konselor terlalu menguasai (mendominasi) proses konseling dengan terlalu banyak memberi nasehat dan kata-kata yang kurang disenangi oleh klien.
c.Ruangan konseling yang kurang mendukung:
•Dekat dengan ruangan lain sehingga pembicaraan mudah didengarkan oleh orang lain
•Tempat lalu lalang orang lain
d.Pribadi klien itu sendiri
•Klien yang angkuh karena jabatan atau pangkat, titel, kekayaan, dan lain-lain
•Klien yang sudah terlalu biasa didengarkan, sehingga sulit untuk mendengarkan.

-Resistensi (sikap bertahan) klien jangan dibairkan tapi harus diatasi oleh konselor dengan cara sebagai berikut:
a.Mengatasi faktor-faktor penyebab tersebut diatas
b.Mengalihkan topik pembicaraan
c.Memberi motivasi
d.Menaikkan/menurunkan level atau tingkat diskusi tergantung kemampuan klien.

-Bagaimana bila klien tetap resisten walaupun telah diupayakan cara-cara diatas untuk mengatasinya? Untuk ini konselor dapat mendrop-out atau mereferalkan (mengalihtangankan) klien tersebut kepada konselor yang lebih cocok.

-Sikap resisten tidak hanya terjadi pada diri klien, tetapi konselor dapat pula bersifat resisten (bertahan) karena:
a.Ada perasaan cemas (kekalutan pikiran) karena masalah keluarga, pekerjaan, dan keuangan keluarga
b.Konselor sedang mengalami frustasi (putus asa) dan konflik
c.Konselor yang merangkap jabatan, sehingga konselor menganggap dirinya sebagai atasan dan klien sebagai bawahannya. Karena itu konselor dapat memberi instruksi, nasehat, dan memarahi klien. Sedangkan klien harus patuh pada konselornya.

-Bagaimana mengatasi sifat resitensi konselor ini? Untuk mengatasinya konselor harus banyak melatih diri melakukan komunikasi konseling dengan klien. Untuk mengatasinya konselor harus banyak melatih diri melakukan komunikasi konseling dengan klien. Dengan latihan ini konselor akan terbiasa mendengarkan, memberi perhatian, merasa, dan merespon (menanggapi) secara verbal kepada klien.

1.1.5 Tahap pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor

1.1.6 Tahap melanjutkan lagi hal-hal yang resisten


1.1.7 Tahap menutup wawancara konseling

1.2. Teknik- teknik konseling dalam pendekatan psikoanalisis
- Ada 5 teknik dari konseling psikoanalisis, yaitu :

1.2.1 Teknik asosiasi bebas
•Konselor mengupayakan klien mengungkapkan pengalaman masa lalunya
•Konnselor mengupayakan klien menghentikan emosi-emosinya berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalunya
•Kedua teknik ini disebut katarsis

1.2.2 Teknik Interpretasi
•Teknik ini digunakan konselor untuk menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien
•Dengan teknik ini konselor menetapkan, menejelaskan, dan mengajari klien tentang makna perilaku yang termanifestasi dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan transferensi klien.
•Teknik ini bertujuan agar ego klien dapat mencerna materi-materi baru dan mempercepat proses penyadaran.

1.2.3 Teknik analisis resistensi
•Teknik ini untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensi (pertahanan). Mengapa klien bersifat resistensi. Dengan teknik ini konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi tersebut.

1.2.4 Teknik transferensi
•Konselor mengupayakan agar klien mengembangkan transferensinya (menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu klien) agar terungkap neurosisnya.
•Disini konselor harus bersifat netral, obyektif, pasif, agar terungkap transferensi tersebut.

1.2.5 Teknik analisis mimpi
•Teknik ini untuk membuat hal-hal yang tidak disadari klien dan memberi kesempatan klien untuk menilik/menelaah masalah-masalah yang belum terpecahkan.




II.Pendekatan Konseling Non Direktif (Client Centered Counseling/CCC, Client Centered Theraphy/CCT atau Terapi Berpusat Pada Klien atau Psikoterapi Non Direktif)
-Konseling atau terapi yang dilakukan dengan cara berdialog dalam memecahkan masalah yang dialami klien
-Dialog dilakukan antara konselor dengan klien
-Konseling atau pemecahan masalahberpusat pada klien, bukan pada konselor. Karena itu proses konseling sebagaian besar diletakkan pada diri klien itu sendiri
-Konselor mendorong klien untuk mencari dan menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya
-Sasaran konseling atau terapi adalah asfek emosi dari perasaan (felling), bukan segi intelektualnya
-Titik tolak konseling adalah keadaan individu, termasuk kondisi sosial psikologis masa kini/sekarang (here and now), dan bukan pengalaman masa lalu
-Peranan yang aktif di dalam konseling dipegang oleh klien, sedangkan konselor bersifat pasif-reflektif (tidak semata-mata diam dan pasif, tetapi juga berusaha membantu klien agar aktif memecahkan masalahnya
-Klien yang harus aktif mengemukakan (mengungkapkan) masalahnya dan mencari pemecahan masalahnya.
-Sedangkan konselor hanya mendorong klien agar mampu memecahkan masalahnya, menciptakan situasi yang dapat mendorong klien merefleksikan (memantulkan) sikap-sikap dan perasaan-perasaannya
-Tujuan konseling non direktif adalah :
a.Memberi kesempatan dan kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya, dan merealisasikan (mewujudkan) potensi-potensi atau kemampuan-kemampuannya secara optimal
b.Membantu individu mampu/sanggup berdiri sendiri dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya
c.Membantu klien mampu bertumbuh dan berkembang yaitu tumbuh menjadi sehat dan berkembangnya perasaan-perasaan yang positif dari perasaan-perasaan yang negatif
d.Membantu klien mengatasi konflik psikologis yang dihadapinya
e.Membantu klien mampu menentukan pilihan sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Hal ini tentu sesuai kekuatan dan kelemahan klien itu sendiri.

-Proses konseling non direktif tidak terikat kepada langkah-langkah konseling yang harus dilakukan oleh konselor (proses konseling tidak bisa ditentukan oleh konselor), tapi sangat tergantung kepada klien. Oleh karen itu klien harus cepat dapat mengungkapkan masalahnya supaya konselor dapat cepat pula mengarahkan klien dalam mengambil keputusan sendiri sepanjang klien telah memahami/mengerti masalah-masalahnya.
-Dalamkonseling non direktif konselor berperan sebagai fasilitator atau sebagai cermin
-Dalam mengambil keputusan terakhir ada pada diri klien, sedangkan konselor hanya mengarahkan klien agar memiliki kemampuan mengambil keputusan sendiri.
-Dalam proses konseling non direktif harus diciptakan hubungan yang intim agar hubungan konseling berhasil. Karena itu harus diciptakan rapport.
-Dalam konseling non direktif sangat penting adanya empati (mengerti dan merasakan perasaan klien)
-Pertimbangan atau alasan digunakannya konseling non direktif adalah:
1.Sifat klien
•Konselor harus memahami sifat-sifat klien secara baik
•Konseling non direktif diperuntukkan bagi klien yang memiliki sifat agresif, terbuka, mau berterus terang, dan mau mengemukakan masalahnya.

2.Sifat konselor
•Konselor mau menjadi pendengar yang baik
•Mampu menciptakan rapport (hubungan baik)
•Mampu berempati (merasakan)
•Konselor mampu meluangkan waktunya karena konseling non direktif memakan waktu yang lama.

3.Sifat masalah
•Pada dasarnya konseling non direktif dapat digunakan untuk semua masalah
•Terapi konseling non direktif paling baik digunakan untuk mengatasi masalah “konflik psikologis” (ketegangan psikologis akibat tekanan dari lingkungan).

-Langkah-langkah atau fasse-fase atau tahap-tahap atau proses konseling non direktif sebagai berikut:
a.Menurut Dewa Ketut Sukardi:
1.Klien datang sendiri (secara sukarela) untuk meminta bantua kepada konselor
Dapat juga klien datang sendiri (secara sukarela) untuk meminta bantuan kepada konselor atas saran dari orang lain, karena itu konselor harus dapat menciptakan suasana yang akrab, intim, terbuka, hangat.
2.Merumuskan situasi bantuan
•Klien didorong untuk menerima tanggung jawab untuk melaksanakan pemecahan masalah yang dialaminya (dihadapinya)
•Dorongan ini dapat dilaksanakan bila konselor yakin klien mampu membantu dirinya sendiri

3.Konselor mendorong klien untukmengungkapkan perasan-perasaannya yang berkaitan dengan masalahnya secara bebas.
4.Konselor menerima dan menjernihkan perasaan-perasaan klien yang negatif
Konselor harus memberikan respon (tanggapan) terhadap perasaan klien yang
negatif dengan menjernihkan kembali perasaan-perasaannya yang negatif itu.
5.Bila perasaan-perasaan negatif klien telah terungkap semuanya, maka beban psikologis klien sudah berkurang
6.Konselor menerima perasaan-perasaan positif yang diungkapkan klien
7.Saat klien mencurahkan perasaan-perasaan positifnya, maka wawasan klien mengenai dirinya, pemahaman dan penerimaan dirii klien perlu dikembangkan secara berangsur-angsur
8.Apabila klien telah memahami dan menerima dirinya, maka mulailah membuat keputusan dan memikirkan tindakan yang memungkinkan
9.Mulai melakukan tindakan-tindakan yang positif
10.Perkembangan lebih lanjut wawasan klien
11.Meningkatkan tindakan-tindakan (tingkah laku) positif pada diri klien
12.Mengakhiri proses konseling

b.Menurut Carl Rogers:
1.Klien datang kepada konselor atas kemauan sendiri
Dapat juga klien datang atas suruhan orang lain
2.Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab klien
Untuk ini konselor harus menyadarkan klien
3.Konselor memberanikan diri agar klien mampu mengemukakan perasaan-perasaannya
Untuk ini konselor harus bersikap normal, bersahabat, dan menerima klien seperti apa adanya
4.Konselor menerima perasaan klien dan memahami perasaan klien
5.Konselor berusaha agar klien dapat memahami dan menerima keadaan dirinya
6.Klien menentukan / merencanakan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambilnya
7.Klien merealisasikan (mewujudkan) pilihan sikap dan tindakannya itu

c.Menurut Sayekti Pujosuwarno
1.Klien datan sendiri kepada konselor untuk meminta bantuan
2.Konselor menentukan situasi yang cocok untuk memberikan bantuan
3.Konselor menerima, mengenal, dan memperjelas perasaan negatif klien
4.Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengemukakan masalahnya
5.Apabila perasaan-perasaan negatif klien itu sudah dinyatakan / diungkapkannya seluruhnya, maka secara berangsur-angsur timbul perasaan-perasaan negatif
6.Konselor menerima, mengenal, dan memperjelas perasaan negatif klien
7.Pada diri klien timbul pemahaman tentang diri sendiri (self)
8.Pemahaman yang lebih jelas pada diri klien tentang kemungkinan menentukan kepuasan dan berbuat
9.Timbul inisiatif pada diri klien untuk melakukan perbuatan positif
10.Adanya perkembangan lebih lanjut pada diri klien tentang pemahaman terhadap diri sendiri
11.Timbul perkembangan tindakan positif pada diri klien
12.Klien secara berangsur-angsur merasa tidak membutuhkan bantuan lagi, karena klien sudah menemukan sendiri jalan hidupnya

-Teknik-teknik konseling non direktif :
a.Menurut Carl Rogers sebagai berikut:
1.Acceptance (penerimaan)
Konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan semua permasalahannya
2.Congruence (konsisten)
Konselor harus sesuai kata dengan perbuatannya

3.Understanding (pemahaman, pengertian)
Konselor harus dapat memahami klien

4.Nonjudgemental (konselor tidak memberi penilaian kepada klien, tetapi konselor harus selalu oyektif)

b.Menurut Sayekti Pujosuwarno, sebagai berikut:
1.Acceptance (penerimaan)
2.Resfect (rasa hormat)
3.Understanding (mengerti, memahami)
4.Reassurance (menenteramkan hati, menyakinkan)
5.Encourragement (dorongan)
6.Limited question (pertanyaan terbatas)
7.Reflection (refleksi/memantulkan perasaan)

IIIPendekatan Rational emotive therapy / Rational Emotive / Cognitive Behavior Therapy / Comprehensive Therapy biasa disingkat RET.
-Teori ini dikembangkan oleh Albert Ellis.
-Tujuan dari teori ini adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya atau membentuk ketidaklogisan klien berpikir.
-Dengan teori RET konselor berusaha membantu klien agar klien menyadari pikiran dan kota-kotanya sendiri yang tidak logis itu agar klien bisa berpikir dan berbuat yang lebih rasioanal.
-Dalam teori RET konselor harus berperan lebih aktif dalam menelusuri masalah klien.
-Prose hubungan konseling harus dapat diciptakan dan dipelihara dengan baik.
-Dalam teori RET tidak banyak ditelusuri masa lalu klien
-Ketidaklogisan klien berpikir dapat menimbulkan masalah gangguan atau kesulitan-kesulitan emosional dalam melihat dan menafsirkan objek atau fakta yang dihadapinya. Misalnya individu yang merasa dirinya diejek, dicela, dan tidak diacuhkan oleh orang lain.
-Tujuan konseling RET adalah menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berpikirnya yang tidak logis itu merupakan penyebab timbulnya gangguan emosional pada diri klien dengan bantuan konseling RET klien dibantu untuk mengatasi cara berpikirnya yang tidak logis dan menggantinya dengan cara berpikir atau ide-ide yang logis.
Tujuan utama dari konseling RET atau konseling rational emoty therapy adalah:
1.Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan dan pandangan-pandangan klien yang tidak rasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis
-Supaya klien dapat mengembangkan dirinya
-Untuk meningkatkan self actualization seoptimal mungkin
2.Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang dapat merusak diri klien sendiri, misalnya:
-Rasa benci
-Rasa takut
-Rasa cemas
-Rasa marah
-Rasa bersalah
-Rasa berdosa
-Rasa was-was
Hal ini terjadi akrena “cara berpikir dan keyakinan” yang keliru. Untuk ini klien harus dilatih hidup secara rasioanl, membangkitkan kepercayaan klien, nilai-nilai dan kemapuan dirinya sendiri.
secara khusus tujuan konseling RET adalah :
1.Self interest
2.Self direction :
-Mendorong klien untuk mengarahkan dirinya sendiri
-Klien harus menghadapi kenyataan-kenyataan hidupnya dengan bertanggung jawab sendiri, bukan tergantung kepada orang lain atau meminta bantuan orang lain.

3.Tolerance
Mendorong klien agar mempunyai toleransi terhadap orang lain, walaupun orang lain itu bersalah.

4.Accepetance of uncertainty
•Memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara rasional, logis, dan tidak emosional.
•Di dunia ini segala kenyataan hidup mungkin terjadi, baik itu kenyataan hidup yang baik maupun buruk.
•Baik-buruknya kenyataan hidup itu harus dihadapi dengan senang dan tabah.

5.Fleksibel
Mendorong klien luwes (fleksibel) dalam bertindak dan terbuka terhadap masalahnya, sehingga diperoleh cara-cara pemecahan masalah yang dapat memuaskan klien.

6.Comitment
Klien harus dapat berpikir secara rasional terhadap dirinya sendiri dan orang lain

7.Scientific thinking
Klien harus dapat berpikir secara rasional terhadap dirinya sendiri dan orang lain.

8.Risk taking
Klien harus didorong dan dibangkitkan sikap keberaniannya untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata.

9.Self acceptance
Klien dapat menerima kemampuan dan kenyataan dirinya sendiri dengan perasaan gembira dan senang.

-Dalam konseling RET konselor harus lebih aktif dalam membantu mengarahkan dan memecahkan masalah klien. Jadi, konselor harus berperan lebih aktif daripada klien.
-Hubungan konseling dibentuk berdasarkan kognitif klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
-Dalam hubungan konseling harus dilihat emosi klien. Untuk ini pelajari sumber-sumber gangguan emosional pada diri klien.
-Dalam konseling RET, konselor sebagai model untuk klien. Dengan menjadi model ini, klien dapat melawan sistem nilai dan keyakinannya yang salah.

-Proses terapi (konseling) RET sebagai berikut:
1.Konselor menunjukkan kesulitan yang dialami klien berhubungan dengan keyakinan yang irrasional, kemudian menunjukkan kepada klien bagaimana harus bersikap rasional. Klien harus menyadari gangguan emosi yang dialaminya bersumber dari pemikiran yang irrasional.
2.Konselor menunjukkan pemikiran klien yang irrasional, kemudian klien berusaha mengubah keyakinannya menjadi rasional.
3.Konselor berusaha agar klien menghindarkan diri dari ide-ide irrasionalnya, dan konselor menghubungkan ide-ide irrasional tersebut dengan perasaan diri klien.
4.Konselor berusaha menantang klien untuk mengembangkan kehidupannya secara rasional, dan menolak kehidupan yang irrasional.

-Tenik-teknik konseling dalam RET sebagai berikut:
a.Menurut Sayekti Pujosuwarno:
1.Teknik assertive training
Yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
Misalnya, siswa yang pemalu diberikan latihan pembiasaan diri supaya rasa malunya hilang melalui latihan berdiri di depan kelas, menjadi pemimpin kelompok, melakukan diskusi, berbicara di depan tema-temnya di kelas, dll. Jika perasaan malu klien sudah hilang atau berkurang, maka klien disadarkan bahwa perasaan malunya itu hanya disebabkan oleh penilaian dan pandangan (persepsinya) yang keliru/tidak rasional saja. Toh klien tidak merasa malu ketika berdiri di depan kelas, menjadi pemimpin kelompok, melakukan diskusi, berbicara di depan teman-temannya di kelas, dll.

2.Teknik Sosiodrama
Teknik ini digunakan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan yang menekan klien melalui suatu sandiwara (drama). Dalam drama tersebut klien dapata mengungkapkan perasaan-perasaannya.

3.Teknik self modelling
Yaitu teknik yang meminta klien untuk berjanji (berkomitmen) dengan konselor untuk menghilangkan perasaan-perasaan atau perilaku tertentu (perilaku negatif). Misalnya, klien berjanji tidak lagi membenci atau memusuhi teman sekelasnya.

4.Teknik imitasi
Yaitu teknik yang meminta klien untuk menirukan suatu perilaku secara terus-menerus guna melawan perilaku klien sendiri yang negatif.

5.Teknik-teknik behavioristik terdiri dari:
a.Teknik reinforcement
Yaitu tekni yang mendorong klien agar berperilaku lebih rasional/logis dengan jalan memberikan pujian (reward) atau punishment. Bila perilaku klien positif dipuji “baik”, dan bila perilakunya negatif (masih negatif) maka dikatakan tidak baik. Dengan cara ini diharapkan klien akan berperilaku seperti yang diharapkan konselor kepadanya.

b.Teknik social modelling
-Yaitu teknik untuk membentuk perilaku-perilaku pada klien
-Teknik ini diakukan dengan cara imitasi, mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dengan social model yang dibuat itu
-Teknik sosial modeling dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.Live models
-Digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu dalam bentuk percakapa atau interaksi dengan orang tua, guru, orang dewasa, atau teman sekelompok klien.
-Klien dilatih untuk mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang tertentu yang menjadi model dalam live models tersebut.

2.Filmed models
Suatu model perilaku yang difilimkan sehingga klien dapat mengimitasi dan mengidentifikan dirinya dengan model perilaku yang dimunculkan dlam film tersebut.

3.Audio tape models
Suatu model yang diadakan agar klien dapat mempelajari tingkah laku baru dengan mendengarkan orang lain menyatakan perilakunya.

6.Teknik – teknik kognitif, terdiri dari :
a.Home work assigment
-Dalam tekni ini kepada klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih dan membiasakan serta menuntun klien agar melakukan perilaku yang diharapkan oleh konselor.
-Dengan cara memberikan tugas rumah tersebut, diharapkan klien akan mengurangi atau menghilangkan ide-ide maupun perasaan-perasaannya yang tidak rasional/tidak logis.
-Selanjutnya, tugas yang diberikan konselor untuk dilakukan oleh klien itu dilakukan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor.
-Teknik ini digunakan untuk mengembangkan sikap tanggung jawab, percaya diri, dan mengurangi ketergantungan kepada konselor.

b.Teknik bibliotherapy
Teknik ini diberikan untuk mengatasi cara berpikir klien yang irrasional atau tidak logis dengan cara berpikir yang rasional melalui bahan-bahan bacaan yang dipilih oleh konselor untuk dibaca oleh klien.

c.Teknik diskusi
Teknik ini dilakukan dengan mempelajari pengalaman-pengalaman orang lain melalui suatu diskusi sehingga dapat mengubah perilaku klien yang irrasional menjadi rasional.

d.Teknik simulasi
Teknik bermain peran antara konselor dengan klien.

e.Teknik gaming
Teknik untuk melatih dan menempatkan klien dalam peran tertentu, misalnya klien berperan sebagai seorang ayah, ibu, pemimpin dll.

f.Teknik paradovical intention (keinginan yang berlawanan)
-Seseorang yang mulai memperlihatkan keinginan (hasrat) yang tidak baik (negatif) dengan sendirinya akan menjadi jera dengan jalan menciptakan kondisi yang hiperintention (mempertinggi hasrat/keinginannya), sehingga pada titik kulminasi (tertinggi) klien akan menghilangkan sama sekali keinginannya itu
-Misalnya:
•Siswa yang telah ribut di kelas, dibiarkan dia ribut seenaknya/diberikan kesempatan untuk ribut seenaknya. Maka pada suatu saat ia akan bosan dan berhenti dengan sendirinya.
•Seorang anak yang takut dengan bunyi yang keras, maka diperdengarkan bunyian yang keras sampai ia tidak merasa takut lagi.

IV.Pendekatan konseling reality therapy atau terapi realitas
-Realitas therapy dikembangkan oleh William Glasser
-Reality artinya standar obyektif atau patokan obyektif, yang menjadi kenyataan (realitas) yang harus diterima
-Yang terutama disoroti pada seseorang (klien) adalah tingkah lakunya yang nyata.
-Tingkah laku itu dievaluasi/dinilai menurut kesesuaian atau ketidaksesuaiannya dengan realitas (kenyataan) yang ada.
-Konseling ini menfokuskan (memusatkan) perhatian pada perilaku klien saat ini (sekarang) dengan menitikberatkan tanggung jawab yang dipikul seseorang untuk berperilaku sesuai dengan realitas (kenyataan) yang dihadapi. Klien harus berperilaku sesuai dengan kenyataan yang ada. Misalnya klien harus disiplin, tetapi kenyataannya tidak disiplin.
-Penyimpangan-penyimpangan dalam tingkah laku seseorang (klien) dikarenakan tidak adanya kesadaran akan tanggung jawab pribadi.
-Tanggung jawab diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis yang mendasar. Kebutuhan psikologis yang mendasar itu adalah:
1.Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai
2.Kebutuhan menghayati dirinya sebagai orang yang berharga dan berguna

-Klien dalam memenuhi kedua kebutuhannya di atas hendaknya tidak merampas atau mengambil hak orang lain, tetapi melalui suatu proses belajar. Dengan demikian, tanggung jawab itu merupakan:
a.Suatu hasil usaha belajar untuk memenuhi kebutuhan klien dalam realitas hidupnya
b.Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya klien dihadapkan pada norma-norma meoralitas, adat-istiadat, nilai-nilai kehidupan, dan pembatasan-pembatasan yang lain. Jadi, klien tidak dapat bertindak sesuka hatinya, tetapi klien harus bertingkah laku dengan tepat (benar) dan menghindari tingkah laku yang salah.
-Selama proses konseling kelangsungan konselor harus membantu klien untuk menilai kembali tingkah lakunya dari sudut “bertindak secara bertanggung jawab”. Dengan demikian proses konseling tersebut bagi klien harus dapat menjadi “pengalaman belajar” dalam menilai dirinya sendiri, dan bila perlu “mengganti tingkah laku yang keliru dengan tingkahlakuyang sehat (benar)”. Disini konselor bertindak sebagai seorang guru yang mengajarkan cara-car bertindak secara bertanggung jawab,memberi pujian kepada klien bila klien mulai bertindak secara tepat (benar), dan mencela bila klien tidak dapat bertindak secara bertanggung jawab (tepat, benar) selain itu konselor harus menolak bila klien tidak menunjukkan tanggung jawab, menyalahkan orang lain, atau menyalahkan situasi (kondisi). Kalau klien ingin menikmati kebahagiaan dalam hidupnya, maka klien harus menjadi orang yang bersikap dan bertindak dengan penuh tanggung jawab dalam menghadapi kenyataan hidup.
-Realitas therapy merupakan bentuk hubungan pertolongan (konseling) :
1.Yang praktis, sederhana, dan bantuan langsung pada klien.
2.Yang menolong/membantu klien agar klien mampu menghadapi kenyataan hidup tanpa merugikan siapapun (orang lain).
3.Dimana klien dapat denga penuh optimis menerima bantuan dari konselor untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
4. Agar klien mampu menghadapi kenyataan hidupnya tanpa merugikan orang lain.
5. Yang menekankan pada masa kini (sekarang), karena itu dalam memberikan alternatif bantuan tidak usah melihat begitu jauh masa lalu klien. Yang penting bagaimana klien dapat sukses/berhasil mencapai hari depannya.

-Konsep dasar konseling terapi realitas (reality therapy) adalah :
1.Manusia mempunyai kebutuhan psikologis yang tunggal, yang hadir dalam seluruh kehidupannya.
•Adanya kebutuhan yang tunggal ini menyebabkan individu merasa mempunyai keunikan (kekhasan) yang berbeda dari orang lain.
2.Kepribadian yang khas/khusus/unik itu menimbulkan dinamika tingkahlaku yang menjelma menjadi pola-pola yang tersendiri pada setiap individu.
3.Setiap orang mempunyai kemampuan yang potensial untuk tumbuh dan berkembang
Kemapuan untuk tumbuh dan berkembang ini dapat menjadi aktual (kenyataan) bila klien berusaha melalui tingkah lakunya yang nyata.
4.Individu tidak bisa mendambakan potensi-potensi yang telah dimilikinya itu dan telah dibawa sejak lahir tersebut untuk berkembang dengan sendirinya.
potensi yang dimiliki harus diusahakan untuk berkembang melalui tingkahlaku yang nyata.
•Setiap orang menentukan nasibnya sendiri.

-Ciri - ciri reality therapy adalah :
1.Ada individu yang bertingkahlaku dengan tidak bertanggungjawab
2.Fokusnya pada tingkahlaku yang nyata pada saat ini (tingkahlaku yang tampak)
3.Berorientasi pada tingkah laku yang akan datang dengan fokus pada tingkahlaku sekarang yang dapat diubah, diperbaiki. Tingkahlaku yang tidak dapat diubah dan tidak dapat diperbaiki.
4.Menekankan pada kesadaran klien yang harus dinyatakan dalam tingkahlaku klien seperti apa yang harus dikerjakan oleh klien, apa yang diinginkan oleh klien.
•Konselor harus mengikutsertakan klien dalam merencanakan tingkahlaku apa yang harus diperbuat oleh klien secara nyata dalam mencapai harapan-harapannya di masa mendatang.
•Tingkahlaku yang nyata itu harus diwujudkan klien, harus bernilai, harus bermakna, dan disadari oleh klien.
5.Menekankan pentingya “nilai”
Nilai ini dipentingkan untuk menentukan kemapuan klien dalam perjuangan menghadapi kegagalan, sehingga klien dapat memberi makna atau nilai pada kegagalannya. Jadi, kegagalan itu dapat memberi himah pada diri klien.
6.Konselor memberikan alternatif-alternatif yang dapat diwujudkan dalam tingkahlaku nyata klien dari problema-problema yang dihadapi oleh klien.
7.Menghapuskan hukuman bagi klein/individu yang mengalami kegagalan.
•Ganti hukuman itu dengan menanamkan disiplin yang dapat diwujudkan secara nyata dalam tingkahlakunya.
8.Menanamkan pentingya tanggung jawab melalui perwujudan tingkahlaku klien.

-Tujuan terapi realitas adalah :
1.Membantu individu supaya mampu mengurus dirinya sendiri
•Individu klien dapat memutuskan tingkahlaku yang tepat yang dapat dilakukannya untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
2.Mendorong klien agar berani bertanggunjawab
Tanggun jawab yang dimintakan pada klien itu harus sesuai dengan kemapuna dan keinginannya dalam mencapai perkembangan dan pertumbuhan klien.
3.Membuat rencan-rencana nyata/realistik yang dapat diwujudkan dalam tingkahlaku klien.
•Rencana-rencana yang dibuat itu dapat dicapai.
4.Hubungkan tingkahlaku yang sukses dengan kepribadian yang sukses.
5.Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggungjawb atas kesadaran sendiri.

-Hubungan pertolongan (konseling) antar kosnelor deng klien dalam terapi realitas mempunyai 4 ciri sebagai berikut:
1.Konselor dan klien harus saling terlibat
•Ada saling kontak, ada saling pengertian, dan saling simpati
•Ini kunci sukses dalam konseling

2.Harus ada perencanaan untuk menolong klien dalam mengubah tingkah lakunya yang gagal menjadi tingkahlakunya yang sukses.
3.Harus menepati janji.
4.Klien harus mempertanggungjawabkan tingkahlaku yang sudah direncanakan dan disepakati konselor.

-Teknik-teknik dalam konseling reality therapy adalah :
1.Role playing (permainan peranan) dengan klien
2.Gunakan humor agar suasananya segar dan rileks.
3.Tidak menjanjikan maaf apapun kepada klien karena terlebih dahulu sudah dibuat perjanjian.
4.Membantu klien merumuskan tingkahlaku apa yang akan diperbuatnya/dilakukannya.
5.Membuat model-model peranan yang akan diterapkan/diajarkan konselor sebagi guru yang lebih bersifat mendidik.
6.Menggunakan terapi ejekan (kejutan verbal) yang pantas untuk mengkonfrontrasi klien dengan tingkahlakunya yang tidak pantas. Misalnya, memberikan teguran langsung atau secara tiba-tiba terhadap tingkahlaku atau janji klien yang tidak dipertanggungjawabkannya.
7.Konselor ikut terlibat mencari kehidupan yang lebih efektip bagi klien. Misalnya dengan merencanakan model belajar atau sekolah yang langsung dilakukan dalam kehidupan klien.

V.Terapi perilaku / behavior therapy / terapi behavioral / konseling behavioral.
-Pelopor terapi Ivan Pavlov dan B.F.S Kinner
-Konsep dasar behavior therapy adalah belajar atau perubahan tingkahlaku, tetapi bukan tingkahlaku yang disebabkan oleh kematangan.
-Manusia itu mempunyai motif. Motif itu mendorong manusia untuk berperilaku mancapai tujuan. Kalau respon/tanggapan ini diberi ganjaran, maka manusia cenderung untuk mengulang-ulanginya. Dengan pengulangan ini akan terbentuk tingkah laku.
-Perilaku dipandang sebagai respon (tanggapan) terhadap suatu stimulus (rangsangan), baik rangsangan eksternal maupun internal.
-Manusia biasanya cenderung mengambil stimulus yang menyenangkan dan menghindar dair stimulus yang tidak menyenangkan sehingga dapat menimbulkan tingkah laku yang salah suai atau tidak sesuai (maladaptive, unadaptive).
-Banyak tingkah laku yang menyimpang yang dialami individu karena individu itu hanya mengambil sesuatu yang disenanginya saja, dan menghindari sesuatu yang tidak disenanginya.
-Konsep utama behavior therapy atau terapi perilaku adalah reinforcement (penguatan). Oleh karena itu bila seorang klien yang mengalami kecemasan datang kepada seorang konselor, maka salah satu car untuk menghindarkan kecemasan itu dengan memanipulasi stimulus sehingga menimbulkan respon yang mendatangkan ganjaran. Dengan cara ini konselor dapat membantu klien dalam mengurangi kecemasannya.
-Menurut ahli seluruh tingkahlaku manusia didapat denga cara belajar, dan tingkah itu dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar. Menurut Brammer prinsip belajar yang telah diaplikasikan (diterapkan) dalam terapi adalah operan conditioning dan desentization. Dalam teknik ini yang penting digunakan reinforcement atau penguatan untuk mengganti tingakahlaku yang maladaptive (salah suai).
-Konseling/terapi behavioral ini membantu klien membuang respon-respon (tanggapan-tanggapan) yang lama yang merusak diri klien, dan mempelajari respon-respon yang baru yang sehat.
-Di dalam konseling behavioral klien diajari untuk memperoleh perilaku yang baru, mengeleminasi (menghilangkan) perilaku yang maladaptif (salah suai), memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan.
-Konseling behavioral tidak banyak menggunakan bahasa verbal, tetapi langsung menggarap simptom (gejala-gejala) yang tampak pada klien. Apabila klien mengeluhkan mengalami kecemasan, konselor tidak perlu mencoba menelusuri sejarah hidup klien, tetapi akan menyusun langkah-langkah reconditioning untuk meringankan kecemasan tersebut. Pendekatan ini bertujuan untuk menghilangkan tingkahlaku yang maladaptive dan membentuk tingkahlaku yang baru (tingkahlaku yang dapat menyesuaikan diri dengan baik/well adaptive).
-Menurut konseling behavior atau terapi behavior gangguan tingkahlaku itu (tingkahlaku yang maladaptive) diperoleh melalui hasil belajar yang keliru, karena itu harus diubah melalui proses belajar, sehingga tingkahlakunya lebih sesuai.
-Tujuan konseling behavior adalah :
1.Membantu klien mendapatkan tingkahlaku yang baru
2.Menghilangkan tingkahlaku maladaptive
3.Membantu klien membuang respon-respon lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon baru yang lebih sehat.
4.Memperoleh perilaku yang baru, mengeleminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan.

-Hubungan pertolongan (konseling) dalam terapi behavior atau hubungan konselor dengan klien dalam terapi behavior sebagai berikut :
1.Hubungan konselor dengan klien sangat tergantung pada masalah yang dihadapi atau dialami klien. Misalnya masalah yang banyak membutuhkan latihan seperti suka mengompol di malam hari. Untuk mengatasi masalah ini konselor hanya menyuruh atau memberi instruksi kepada klien seperti sebaiknya mengompol dulu sebelum tidur.
2.Tidak selalu membutuhkan hubungan yang bersifat pribadi (akrab) dan efektip.
3.Tidak ada pola tertentu dalam langkah konseling, karena langkah-langkah konseling yang digunakan dapat bervariasi. Namun proses konseling behavioral ini membutuhkan suatu framework (bingkai kerja) untuk mengar klien dalam mengubah tingkahlakunya.
•Framework yang dipakai sebagai pedoman dalam konseling behavioral adalah :
3.1. Assesment (menilai, memperkirakan)
Konselor memperkirakan apa yang diperbuat klien pada waktu itu (memperkirakan apa yang membebani klien).
Konselor menolong/membantu klien untuk mengemukakan keadaannya yang benar yang dialaminya pada waktu itu.
Dengan dilakukannya assesment ini konselor dapat memperoleh informasi model mana “ yang akan dipilih sesuai dengan tingkahlaku klien yang ingin diubah. Jadi assesment ini diperlukan untuk menentukan “model mana” yang akan dipilih untuk mengubah tingkahlaku klien.
3.2. Goal setting (tujuan yang ingin dicapai)
onselor dan klien harus merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling.
Tujuannya adalah :
a.Memberi motivasi kepada klien dalam mengubah tingkahlakunya.
b.Menjadikan tujuan itu sebagai pedoman dalam memilih teknik mana yang akan dipakai.
Kriteria dalam merumuskan tujuan yang akan dicapai adalah :
a.Tujuan itu harus diinginkan oleh klien
b.Konselor harus mendorong klien untuk mencapai tujuan tersebut
c.Tujuan itu harus memungkinkan untuk dicapai
3.3.Technique implementation (menentukan teknik atau strategi yang akan diterapkan/digunakan)
Menentukan teknik atau strategi yang akan diterapkan/digunakan/dipakai dalam mencapai tingkahlaku yang ingin diubah.
Dapat digunakan berbagai teknik (tidak hanya satu teknik, dan teknik tersebut dapat diganti-ganti).
3.4. Evaluation – termination
Evaluation / penilaian adalah melihat atau menilai apa yang telah diperbuat oleh klien dengan telah diberikannya bantuan konseling behavioral tersebut.
Dari hasil evaluasi ini dapat diketahui apakah konseling yang sudah diberikan itu efektip, dan apakah teknik/strategi konseling behavior yang digunakan itu cocok atau tidak cocok. Teknik yang digunakan tidak hanya satu teknik saja, tapi dapat lebih dari satu teknik (teknik yang bervariasi), dan tekniknya dapat diganti-ganti.
Termination adalah berhenti untuk melihat apakah klien bertindak tepat.
3.5. Feedback (umpan balik)
Feedback merupakan pemberian umpan balik atau masukan terhadap proses konseling yang telah diberikan
Feedback diperlukan untuk memperbaiki proses konseling.

-Teknik yang dapat digunakan di dalam konseling behavioral adalah:
1.Desentization atau systematic desensitization
Desensitisasi adalah metode untuk mengurangi emosi yang mengurangi emosi yang menakutkan, mencemaskan, tidak menyenangkan atau ketegangan melalui aktivitas-aktivitas (kegiatan-kegiatan) yang bertentangan dengan respon yang menakutkan, mencemaskan, dan menegangkan itu. Emosi yang mencemaskan, menakutkan, tidak menyenangkan atau ketegangan itu seperti takut berbicara di depan kelas, takut menghadapi guru atau orang lain, takut memimpin diskusi, takut menghadapi suatu pertandingan, takut menghadapi ujian atau tes, dan lain-lain.
Menurut konseling behavioral kecemasan, ketakutan, perasaan tidak menyenangkan, dan ketegangan itu diperoleh seseorang melalui belajar dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu untuk mengurangi atau menurunkan kecemasan, ketakutan, perasaan tidak menyenangkan, dan ketegangan itu melalui usaha yang dikondisikan pula sehingga kecemasan dan lain sebagainya itu berakhir. Usaha menghilangkan (mengurangi) kecemasan, ketegangan, dan lain sebagainya itu dilakukan dengan usaha-usaha yang sistematik (berurutan) dengan mengajari klien untuk santai atau rileks. Jadi, perasaan cemas, takut, tegang, atau tidak menyenangkan itu harus diganti dengan perasaan rileks atau santai.
Contoh latihan metode desensitisasi sebagai berikut :
Klien A mempunyai masalah takut menghadapi pimpinannya. A meminta bantuan pada konselor atau terapis B.
1.Konselor B mengajak klien A berkonsentrasi untuk menenangkan pikirannya dengan cara meminta A untuk mengemukakan rasa takut ketikan akan menghadapi pimpinannya. Klien A mengatakan rasa takutnya itu sebagai berikut:
a.Takut bila melihat pimpinannya
bTakt bila dimarahi oleh pimpinannya
c.Takut disaat memasuki ruang pimpinannya
d.Takut bila pimpinan menyalahkan tugas yang dilaporkannya
e.Takut bila akan melapor kepada pimpinannya
f.Takut bila pimpinan bermuka masam saat menghadapinya
g.Takut karena pimpinannya dikenal suka marah

2.Konselor B meminta klien A mengurutkan secara sistematis (berurutan) rasa takutnya itu mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Hasilnya sebagai berikut:
a.Takut bila melihat pimpinannya
b.Takut bila akan melapor pada pimpinannya
c.Takut disaat memasuki ruang pimpinannya
d.Takut bila pimpinan menyalahkan tugas yang dilaporkannya
e.Takut bila pimpinan bermuka masam saat menghadapinya
f.Takut bila dimarahi pimpinannya
g.Takut karena pimpinan dikenal suka marah


3.Konselor B mulai melakukan teknik desensitisasi sebagai berikut :
a.Konselor meminta B duduk di kursi dengan santai
b.Jika B dalam keadaan cemas, tegang, takut maka rendam kedua telapak kakinya denga air hangat kuku agar darah bergerak lancar ke bagian kaki
c.Jika klien masih cemas, tegang atau takut maka lakukan relaksasi agar otot kaki, tangan, perut, dada, leher dan muka (wajah) mengendor dengan cara sebagai berikut :
1.Klien A diminta untuk menegangkan masing-masing otot kaki, tangan, perut, dada, leher, dan muka selama 20 menit, dengan menahan nafas, dan mata dipejamkan.
2.Setelah itu perlahan-lahan otot tersebut dikendorkan. Hasilnya badan serasa lebih ringan, tenang, dan santai.
3.Klien A diperintahkan memejamkan mata
4.Konselor B dengan nada suara yang rendah, empuk, dan simpatik kepada A untuk membayangkan urutan kecemasan, ketegangan dan ketegangan yang dialami A dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Coba anda bayangkan saat anda :
a.Takut bila melihat pimpinannya
b.Takut bila akan melapor kepada pimpinan
c.Takut disaat memasuki ruang pimpinan
d....... dstnya sampai nomor g
5.Konselor B menanyakan kepada klien A sebagai berikut: “bagaimana perasaan anda (emosionalnya) yaitu perasaan cemas, takut, tegang saat klien A membayangkan hal itu mulai dari yang ringan sampai yang berat.
Jika klien A sanggup membayangkan keadaan itu tanpa diikuti dengan perasaan takut, cemas, atau tegang, maka berarti klien A sudah sanggup menghadapi situasi tersebut.
Tetapi jika klien A masih merasa cemas, takut atau tegang yang ditunjukkan dengan matanya terbuka dan mungkin juga berkeringat, maka ini tandanya klien A belum sanggup menghadapi situasi tersebut. Untuk mempada klien A perlu diberi treatment (terapi) kompensasi dengan bayangan positif dan indah. Caranya sebagai berikut :
1.Klien A diminta untuk menutup matanya kembali
2.Konselor B meminta klien A sebagai berikut : “coba anda bayangkan bahwa anda sedang berada di tepi pantai yang indah, deburan ombak yang tenang, desiran angin perlahan-lahan dari puncak gunung yang ada disekitar pinggiran laut tersebut sehingga udaranya terasa dingin. Selanjutnya “coba anda bayangkan kembali kecemasan, ketakutan, dan ketegangan yang anda alami mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat (dari “a” sampai “g”).
Jika klien A dapat membyangkan butir nomor “a” tanpa perasaan cemas, takut atau tegang, maka lanjutkan ke butir nomor “b” begitulah seterusnya.
Selain dengan teknik desentisisasi tersebut diatas, maka upaya mengatasi perasaan cemas, takut, dan tegang dapat pula dilakukan dengan car sebagi berikut :
1.Penyerahan diri kepada Tuhan YME
Dalam agama Islam dapat dilakukan dengan mengambil air wudhu, kemudian sholat istikharah/minta petunjuk yang baik-baik 2 rekaat, dan berdoa untuk diberi petunjuk yang baik oleh Allah SWT.
2.Memeperbaiki kondisi tubuh, seperti :
a.Olahraga secara rutin
b.Memperbaiki gizi makanan
c.Memikirkan jalan keluar dari masalah yang dihadapi
Untuk ini dapat dilakukan terapi kognitif, sebagai berikut :
1.Sadari bahwa anda sedang mengalami masalah (lakukan awareness = kesadaran), dengan cara sebagai berikut :
•Sadari kecemasan apa yang sedang anda alami
•Perhatikan perasaan yang sedang anda alami (suasana perasaan hati dan pikiran-pikiran anda)
2.Lakukan answering (jawab)
•Perubahan suasana hati dan pikiran anda itu menjadikan pikiran-pikiran anda negatif
•Carilah jawaban alternatif-alternatif yang realistik untuk mengatasi pikiran yang negatif itu dengan cara sebagai berikut :
-ambil kertas dan pena
-tulis di kertas tersebut yaitu pikiran-pikiran negatif anda dan alternatif-alternatif realistik untuk mengatasinya.
Contohnya:
1.Dia tadi tidak menyapa saya 1. Mungkin karena dia sedang melamun
2.Dia tampaknya sedang tidak suka dengan saya ‘2. Karena dia sedang
konsentrasi

3.Lakukan action (tindakan)
Lakukan tindakan untuk mengatasi masalah anda. Misalnya bila anda kurang menarik, maka perbaiki penampilan anda. Jika anda kurang terampil dalam bekerja, maka bacalah bukunya dan ikut pelatihan.

3.Bersikap sosial dan memperbanyak relasi sosial

‘2. Imitation atau modeling
-Modeling adalah :
a.Suatu strategi dalam konseling yang menggunakan proses belajar melalui pengamatan terhadap model dan perubahan tingkahlaku yang terjadi karena peniruan (menurut bandura dalam Nursalim, 2005)
b.Suatu perubahan (pengubahan) perilaku melalui pengamatan perilaku model (menurut Nelson dalam Nursalim, 2005)
c.Suatu proses belajar observasi (pengamatan, mengamati) dimana perilaku inidvidu atau kelompok, para model, bertindak sebagai suatu perangsang gagasan (ide-ide), sikap, atau perilaku pada orang lain yang mengobservasi penampilan mode.
d.Suatu proses belajar dimana seolah-olah klien itu mengalami sendiri atau melihat sendiri atau melihat orang lain mengalami dan ia mengikuti apa yang dilakukan orang lain itu dalam menanggulangi masalah. Klien akan menirunya (Sayekti Pujosuwarno, 1993).

-Peniruan (imitation) atau modeling dapat disimpulkan sebagai berikut :
•Suatu proses belajar melalui pengamatan perilaku orang yang dijadikan sebagai model, sehingga perilaku klien berubah.
•Suatu proses belajar melalui observasi (pengamatan) terhadap perilaku orang yang dijadikan model, dimana orang yang dijadikan model itu diharapkan dapat menjadi pemberi gagasan, perangsang sikap atau perilaku bagi klien dalam mengubah perilakunya yang cemas, tegang, dan takut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar